Jumat, 22 Mei 2009
Pengertian KD, indikator, materi pembelajaran dan langkah- langkahnya
a. Pengertian kompetensi dasar
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Dalam kurikulum kompetensi sebagai tujuan pembelajaran itu dideskripsikan secara eksplisit, sehingga dijadikan standart dalam pencapaian tujuan kurikulum. Baik guru maupun siswa perlu memahami kompetensi yang harus dicapai dalam proses pembelajaran. Pemahaman ini diperlukan dalam merencanakan strategi dan indicator keberhasilan. Ada beberapa aspek didalam kompetensi sebagai tujuan, antara lain:
1. Pengetahuan (knowlegde) yaitu kemampuan dalam bidang kognitif
2. Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki setiap individu
3. Kemahiran (skill)
4. Nilai (value) yaitu norma-norma untuk melaksanakan secara praktik tentang tugas yang dibebankan kepadanya
5. Sikap (attitude) yaitu pandangan individu terhadap sesuatu
6. Minat (interest) yaitu kecenderungan individu untuk melakukan suatu perbuatan
Sesuai aspek diatas maka tampak bahwa kompetensi sebagai tujuan dalam kurikulum yang bersifat kompleks artinya kurikulum berdasarkan kompetensi bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman kecakapan, nilai, sikap dan minat siswa agar mereka dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran disertai tanggung jawab. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai dalam kompetensi ini bukanlah hanya sekedar pemahaman akan materi pelajaran, akan tetapi bagaimana pemahaman dan penguasaan materi itu dapat mempengaruhi cara bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga Kompetensi Dasar adalah pengetahuan, ketrampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Juga merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi. Adapun penempatan komponen Kompetensi Dasar dalam silabus sangat penting, hal ini berguna untuk mengingatkan para guru seberapa jauh tuntutan target kompetensi yang harus dicapainya.
b. Pengertian Indicator
Menurut Depag indicator adalah wujud dari kompetensi dasar yang lebih spesifik. Sedangkan menurut E Mulyasa indicator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda perbuatan dan respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik. Indicator juga dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan potensi daerah dan peserta didik dan juga dirumuskan dalam rapat kerja operasional yang dapat diukur dan diobservasi sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan alat penilaian.
Sedangkan menurut Darwin Syah indicator pembelajaran adalah karakteristik, cirri-ciri, tanda-tanda perbuatan atau respon yang dilakuakan oleh siswa, untuk menunjukkan bahwa siswa telah memiliki kompetensi dasar tertentu. Jadi indikator adalah merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran dan juga dijadikan tolak ukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap suatu pokok bahasan atau mata pelajaran tertentu.
Adapun dalam mengembangkan indikator perlu mempertimbangkan:
1. Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam Kompetensi Dasar.
2. Karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah; dan
3. Potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan lingkungan atau daerah.
Dalam merumuskan indikator perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi tiga indikator
2. Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam SK dan KD. Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik
3. Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hirarki kompetensi.
4. Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua aspek, yaitu tingkat kompetensi dan materi pembelajaran.
5. Indikator harus dapat mengakomodir karakteristik mata pelajaran sehingga menggunakan kata kerja operasional yang sesuai.
6. Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan/atau psikomotorik
B. Langkah-langkah penyusunan Kompetensi dasar dan materi pelajaran
a. Langkah-langkah penyusunan Kompetensi Dasar
Adapun dalam mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi.
2. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
3. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
Pada dasarnya rumusan kompetensi dasar itu ada yang operasional maupun yang tidak operasional karena setiap kata kerja tindakan yang berada pada kelompok pemahaman dan juga pengetahuan yang tidak bisa digunakan untuk rumusan kompetensi dasar.
Sehingga langkah-langkah untuk menyusun kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
1. Menjabarkan Kompetensi Dasar yang dimaksud.
2. Tulislah rumusan Kompetensi Dasarnya.
3. Mengkaji KD tersebut untuk mengidentifikasi indikatornya dan rumuskan indikatornya yang dianggap relevan tanpa memikirkan urutannya lebih dahulu juga tentukan indikator-indikator yang relevan dan tuliskan sesuai urutannya.
4. Kajilah apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan KD nya, apabila belum lakukanlah analisis lanjut untuk menemukan indikator-indikator lain yang kemungkinan belum teridentifikasi.
5. Tambahkan indikator lain sebelum dan sesudah indikator yang teridentifikasi sebelumnya dan rubahlah rumusan yang kurang tepat dengan lebih akurat dan pertimbangkan urutannya.
b. Langkah-langkah penyusunan Materi Pelajaran
Sebelum membahas tentang langkah-langkah untuk menyusun materi pelajaran penulis akan membahas sedikit tentang pengertiannya. Materi pembelajaran adalah bagian dari struktur keilmuan suatu bahan kajian yang dapat berupa pengertian konseptual, gugus isi atau konteks, proses, bidang ajar, dan keterampilan. Penempatan materi pembelajaran di dalam silabus berfungsi sebagai payung dari setiap uraian materi yang disajikan dalam kegiatan belajar siswa.
Adapun untuk mengidentifikasi materi pokok atau pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dilakukan dengan mempertimbangkan:
a) potensi peserta didik
b) relevansi dengan karakteristik daerah
c) tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik
d) kebermanfaatan bagi peserta didik
e) struktur keilmuan
f) aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran
g) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan
h) alokasi waktu yang tersedia
Agar penjabaran dan penyesuaian kompetensi dasar tidak meluas dan melebar, maka perlu diperhatikan kriteria untuk menseleksi materi yang perlu diajarkan. Kriteria tersebut antara lain:
1) Sahih (Valid)
2) Tingkat Kepentingan (Significance)
3) Kebermanfaatan (utility)
4) Layak dipelajari (learnability)
5) Menarik minat (interest)
Sehingga langkah-langkah untuk menyusun materi pelajaran adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan materi pelajaran yang berisi pokok-pokok isi materi yang harus dipelajari siswa sebagai sarana pencapaian satandar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator hasil belajar
2. Materi pelajaran dirinci atau diuraikan meliputi batasan ruang lingkupnya baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor, kemudian diurutkan dan ditunjukkan keterkaitan antar isi materi yang dipelajari dengan nilai fungsi belajar PAI
3. Isi materi disesuaikan dengan kemampuan tingkat perkembangan berfikir dan kebutuhan beragama siswa.
4. Mengidentifikasi butir-butir materi pelajaran berdasarkan rumusan butir-butir sub indikator
5. Menentukan butir-butir materi pelajaran yang sesuai dengan butir-butir sub indikator
6. Tulis butir-butir materi pelajaran didalam kolom bahan pelajaran
Pembelajaran berbasis kompetensi merupakan program pembelajaran yang dirancang untuk menggali potensi dan pengalaman belajar siswa agar mampu memenuhi pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Sebagai konsekuensi dari pembelajaran berbasis kompetensi ini, materi pembelajaran yang dipilih haruslah yang bermakna, yakni yang memberikan kecakapan untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dengan mengunakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang telah dipelajarinya, sehingga siswa terhindar dari materi-materi yang tidak menunjang pencapaian kompetensi.
Agar siswa belajar secara aktif, guru perlu menciptakan strategi yang tepatguna, sedemikian rupa, sehingga siswa mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Motivasi yang seperti ini akan dapat tercipta kalau guru dapat meyakinkan siswa akan kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan nyata siswa. Demikian juga, guru harus punya sensitifitas yang tinggi dan dapat menciptakan situasi sehingga materi pelajaran selalu tampak menarik, tidak membosankan.
(www.izzatulfikriyah.blogspot.com/d-winur.blogspot.com)
Studi lapangan dan Variabel
Dalam studi lapangan ini penelitian dilakukan dalam situasi alamiah akan tetapi didahului oleh semacam intervensi (campur tangan) dari pihak peneliti. Intervensi ini dimaksudkan agar fenomena yang dikehendaki oleh peneliti dapat segera tampak dan diamati. Dengan demikian terjadi semacam kendali atau kontrol terhadap situasi dilapangan.
Diantara metode penelitian yang dapat digolongkan sebagai penelitian lapangan itu ada tiga yaitu:
1. Penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan diantara variabel- variabel yang diteliti tanpa melakukan suatu intervensi terhadap variasi variabel- variabel yang bersangkutan. Data yang diperoleh merupakan data alamiah seperti apa adanya.
Contohnya pada penelitian mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan besarnya peluang untuk menderita kanker paru-paru. Variabel kebiasaan merokok secara operasional didefinisikan sebagai rata-rata banyaknya rokok yang dihabiskan perhari atau perminggu, tentu datanya tidak dapat dimanipulasi karena pada masing-masing subyek penelitian data tersebut telah bervariasi secara alamiah.
2. Penelitian longitudinal yang mempelajari perkembangan subyek sejalan dengan perjalanan waktu merupakan suatu bentuk penelitian lapangan dengan intervensi yang minimal dari pihak peneliti.
Contohnya adalah penelitian yang mengenai efek eksposi jangka panjang tayangan TV terhadap perkembangan agresivitas anak. Dapat dibayangkan bahwa peneliti tidak akan mungkin mengatur sepenuhnya stimulasi lingkungan dalam kehidupan anak-anak yang menjadi subyek penelitiannya. Oleh karena itu akan banyak variabel yang tidak relevan ikut berpengaruh terhadap variabelyang diperhatikan oleh peneliti.
3. eksperimentasi lapangan dilakukan dengan memberikan perlakuan tertentu terhadap suatu kelompok subyek dengan harapan munculnya fenomema atau gejala yang hendak dipelajari. Subyek penelitian sendiri tetap berada dalam situasi alamiah sehingga tidak mengubah reaksi alamiah yang mungkin timbul dari pihak subyek.
Contohnya dalam penelitian mengenai efektivitas suatu bentuk kampaye dalam mengubah sikap sekelompok masyarakat terhadap suatu hal (misalkan mengenai pembangunan instalasi nuklir).
Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam studi lapangan yaitu:
1. Tempat penelitian berlangsung. Amati lingkunagn tempat penelitian berlangsung. Apa saja yang terdapat disana? Apa hal yang didapat dari tempat itu?
2. Partisipan yang ada. Siapa saja yang ada ditempat itu, berapa orang yang ada disana dan apa peran- peran mereka? Apa hubungan antara orang- orang itu denagn kegiatan yang sedang diteliti.
3. Kegiatan dan interaksi apa yang terjadi? Apa saja yang mereka kerjakan dan bicarakan? Bagaimana orang- orang disitu menanggapinya?
4. Masalah waktu. Kapan dimulainya kegiatan? Berapa lama kegiatan itu berlangsung?
5. Faktor- faktor yang tidak kentara. Apakah ada hal- hal yang tampak terlalu jelas tetapi cukup penting untuk diamati? Juga perhatikan apa yang tidak tampak disana, yang menurut peneliti biasanya ada atau sebaliknya ada.
B. Pengertian variabel
Secara teoritis para ahli telah mendefinisikan variabel sebagai berikut:
• Hatch dan Farhady (1981)
Variabel didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.
• Kerlinger (1973)
- Variabel adalah konstruk atau sifat yang dipelajari. misalnya: tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status sosial, jenis kelamin, golongan gaji dll
- Variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda. dengan demikian variabel itu merupakan suatu yang berfariasi.
• Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002)
- Variable mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain.
- Variable adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian terteentu.
misalnya: umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan dsb.
Berdasarkan dari pengertian- pengertian diatas, maka dapat dirumuskan definisi variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Jenis- jenis variabel
Jenis variabel ditinjau dari hubungannya ada lima yaitu:
1. Variabel indipenden: variabel ini sering disebut sebagai variabel bebas. variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dinamakan variabel bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel yang lain. Contoh :
“Pengaruh Terapi Musik terhadap penurunan Tingkat kecemasan…”
2. Variabel dependen: sering disebut sebagai variabel terikat. variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Disebut variabel terikat karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas. Contoh :
“Pengaruh Terapi Musik terhadap penurunan Tingkat kecemasan…”
3. Variabel moderator adalah variable yang mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel independent dengan dependen. Variabel ini disebut juga sebagai variabel independen kedua.
Contoh hubungan variabel independen- moderator- dependen:
Hubungan motivasi dan prestasi belajar akan semakin kuat bila peran dosen dalam menciptakan iklim atau lingkungan belajar sangat baik, dan hubungan semakin rendah bila peran dosen kurang baik dalam menciptakan iklim belajar.
4. Variabel intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independent dengan dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur.
Contoh:
Tinggi rendahnya penghasilan akan mempengaruhi. Secara tidak langsung terdapat umur harapan hidup. Disini ada variabel antaranya yaitu yang berupa Gaya Hidup seseorang. Antara variabel penghasilan dan gaya hidup terdapat variabel moderator yaitu budaya lingkungan tempat tinggal.
5. Variabel control adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independent terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol ini sering digunakan oleh peneliti, bila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan.
Contoh:
Pengaruh jenis pendidikan terhadap ketrampilan dan mengetik. Variabel independennya pendidikan (SMU dan SMK), variabel kontrol yang ditetapkan sama misalnya, adalah naskah yang diketik sama, mesin tik yang digunakan sama, ruang tempat mengetik sama. Dengan adanya variabel kontrol tersebut, maka besarnya pengaruh jenis pendidikan terhadap ketrampilan mengetik dapat diketahui lebih pasti.
Jenis variabel ditinjau dari sifat datanya dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu:
1. Variabel kuantitatif. contohnya adalah tingkah kehadiran, waktu belajar dan sebagainya.
2. Variabel kualitatif. Contohnya adalah tingkat kemakmuran, kejujuran, kepercayaan diri dan sebagainya.
Adapun variabel kuantitatif diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu:
1. Variabel diskrit disebut juga variable nominal atau variable kategorik karena ahanya dapat dikategorikan atas 2 kutub yang berlawanan yakni “ya” dan “tidak”. Misalnya ya wanita, tidak wanita atau dengan kata lain wanita-pria-hadir-tidak hadir, atas- bawah. Angka-angka digunakan juga dalam variabel diskrit untuk menghitung, yaitu banyaknya pria, banyaknya yang hadir dan sebagainya. Maka angka dinyatakan sebagai frekuensi.
2. Variabel kontinum ini dipisahkan menjadi 3 variabel kecil yaitu:
1. Variabel ordinal, yaitu variable yang menunjukkan tingkat- tingkatan misalnya panjang, kurang panjang, pendek. Untuk sebutan lain adalah “lebih kurang”.
2. Variabel interval yaitu variable yang mempunyai jarak, jika dibanding dengan variabel lain, sedang jarak itu sendiri dapat diketahui dengan pasti.
3. Variabel ratio yaitu variable perbandigan. Variabel ini dalam hubungan antar sesamanya merupakan”sekian kali”.
Contoh: berat pak karto 70 kg, sedangkan anaknya 35 kg. Maka pak karto beratnya dua kali anaknya.
Jenis- jenis hubungan antara variabel
Hubungan antara variabel merupakan inti penelitian ilmiah, maka tentunya perlu diketahui berbagai macam hubungan variabel lainnya. Berikut ini akan diuraikan dengan cukup rinci tiga jenis hubungan yaitu:
1. Hubungan simetris
Variabel- variabel dikatakan mempunyai hubungan simetris apabila variabel yang satu tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh yang lainnya. Terdapat empat kelompok hubungan simetris:
1) Kedua variabel merupakan indicator untuk konsep yang sama.
2) Kedua variabel merupakan akibat dari factor yang sama.
3) Kedua variabel berkaitan secara fungsional.
4) Hubungan yang kebetulan semata-mata.
2. Hubungan timbal balik
Hubungan timbal balik adalah hubungan dimana suatu variabel dapat menjadi sebab dan juga akibat dari variabel lainnya. Perlu diketahui bahwa hubungan timbal balik bukanlah hubungan, dimana tidak dapat ditentukan variabel yang menjadi sebab dan variabel yang menjadi akibat. Yang dimaksudkan ialah apabila pada suatu waktu, variabel X mempengaruhi variabel Y, pada waktu lainnya variabel Y mempengaruhi variabel X.
3. Hubungan asimetris
Inti pokok analisa-analisa social terdapat dalam hubungan asimetris, dimana satu variabel yang lainnya. Berikut ini dijelaskan enam tipe hubungan asimetris:
1) Hubungan antara stimulus dan respons.
2) Hubungan antara disposisi dan respons.
3) Hubungan antara cirri individu dan disposisi atau tingkah laku.
4) Hubungan antara prekondisi dan akaibat tertentu.
5) Hubungan yang imanen.tujuan dan cara.
(www.izzatulfikriyah.blogspot.com/www.d-winur.blogspot.com)
Perlunya BK di Sekolah
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia sehingga manusia dituntut untuk mampu mengembangkan dan menyesuaikan diri terhadap masyarakat, karena manusia telah dilengkapi dengan berbagai potensi yang memungkinkannya untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Pemenuhan terhadap tuntutan masyarakat memerlukan pengembangan individu secara serasi, selaras dan seimbang. Pengembangan manusia secara utuh hendaknya mencapai pribadi-pribadi yang mempunyai kemampuan sosial yang menyejukkan, kesusilaan yang tinggi dan kemampuan serta pengetahuan yang dalam. Tetapi kenyataan yang sering dijumpai adalah keadaan pribadi yang kurang berkembang, rapuh dan keimanan serta ketaqwaan yang dangkal. Sehubungan dengan hal itu dalam proses pendidikan banyak dijumpai permasalahan yang dialami oleh anak-anak, para remaja dan pemuda. Sehingga potensi yang ada pada mereka tidak dapat berkembang secara optimal.
Oleh karena itu banyak dijumpai permasalahan yang terjadi di sekolahan diantaranya adalah hubungan murid dengan murid dan guru dengan murid sangat rapuh dan keras, merajalelanya ketidak utuhan, tuntutan akan kepatuhan yang mutlak dan peniruaan yang membabi buta, persaingan yang tidak sehat dan tingkah laku yang tidak terarah, dll. Semuanya menjegal mental anak-anak. Dari gambaran tentang permasalahan yang terjadi di sekolah tersebut memperlihatkan sekolah-sekolah yang ada di negara ini masih menderits berbagai kekurangan, khususnya yang menyangkut permasalahan siswa.Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari meskipun dengan metode pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini disebabkan karena sumber-sumber permasalahan siswa banyak yang terletak di luar sekolah. Sehingga dalam kaitan ini, permasalahan siswa tidak boleh di biarkan begitu saja. Sebab misi sekolah adalah menyediakan pelayanan yang luas untuk secara efektif membantu siswa mencapai tujuan-tujuan perkembangannya dan juga mengatasi permasalahan-permasalahannya.
Dalam masyarakat yang belum maju maupun masyarakat yang sudah modern, kenyataan menunjukkan bahwa BK juga diperlukan. Lebih-lebih bagi masyarakat yang modern yang mana didalamnya timbul permasalahan-permasalahan yang kompleks, sebab semain maju atau modern suatu masyarakat maka semakin komplekslah persoalan-persoalan yang dihadapi oleh anggota-anggota masyarakat.Oleh karena itu merupakan hal yang wajar bahwa manusia perlu mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal dirinya ini manusia akan dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan kemapuan-kemampuan yang ada padanya. Tetapi tidak semua manusia dapat sampai kemampuan ini. Bagi mereka yang sangat diperlukan pertolongan atau bantuan orang lain seperti halnya dapat diberikan oleh BK.
Dengan adanya banyaknya permasalahan atau persoalan yang terjadi meski diluar maupun di dalam sekolah maka disinilah dirasakan pentingnya pelayanan BK disamping kegiatan pengajaran. Dalam tugas pelayanan yang luas BK di sekolah adalah pelayanan untuk semua murid yang mengacu pada keseluruhan perkembangan mereka (siswa).
B. Orientasi BK di Sekolah
Orientasi yang dimaksud disini adalah pusat perhatian atau titik berat pandangan. Misalnya, seseorang yang berorientasi ekonomi dalam pergaulan, maka ia akan menitik beratkan pandangan atau memusatkan perhatian pada perhitungan untung rugi yang dapat ditimbulkan oleh pergaulan yang ia adakan dengan orang lain.
Sehingga apakah yang akan menjadi titik berat atau pusat perhatian konselor terhadap kliennya ? maka itulah orientasi bimbingan dan konseling yang menjadi pokok pembicaraan pada bagian ini. Adapun beberapa orientasinya adalah sebagai berikut:
1. Orientasi Perseorangan
Orientasi perseorangan adalah BK menghendaki agar konselor menitik beratkan pandangan atau memusatkan perhatian pada siswa secara individual, yakni satu persatu siswa perlu mendapatkan perhatian. Pemusatan perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak berarti mengabaikan kepentingan kelompok, dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam kaitannya dengan hubungan timbal balik yang wajar antar individu dan kelompoknya. Sehingga kepentingan kelompok justru dikembangkan dan ditingkatkan melalui terpenuhinya kepentingan dan tercapainya kebahagiaan individu. Apabila secara individual para anggota keompok itu dapat terpenuhi kepentingannya dan merasa bahagia, dapat diharapkan kepentingan kelompok pun akan terpenuhi pula.
Sejumlah kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam BK dapat dicatat sebagai berikut :
a. Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan BK diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu.
b. Pelayanan BK meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk memahami kebutuhan-kebutuhannya, motivasi-motivasinya dan kemampuan-kemampuan potensialnya.
c. Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani individual.
d. Tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan dan perasaan klien serta untuk menyesuaikan program-program pelayanan dengan kebutuhan klien setepat mungkin.
2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan dalam BK lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya terjadi pada diri individu. Menurut Hansen, dkk (1976) peran BK adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi gerak individu menjalani alur perkembangannya.
Secara khusus, Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangan individu dari sudut perkembangan kognisi. Dalam perkembangannya, anak-anak mempunyai kemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam empat bentuk :
a. Hambatan Egosentrisme, yaitu ketidakmampuan melihat kemungkinan lain di luar apa yang dipahaminya.
b. Hambatan Konsentrasi, yaitu ketidak mampuan untuk memusatkan perhatian pada lebih dari satu aspek tentang sesuatu hal.
c. Hambatan Reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelurusi alur yang terbalik dari alur yang dipahami semula.
d. Hambatan Transformasi, yaitu ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan urutan yang ditetapkan.
3. Orientasi Permasalahan
Hambatan dan rintangan dalam perjalanan hidup dan perkembangan pastilah akan mengganggu tercapainya kebahagiaan itu. Agar tujuan hidup dan perkembangan, yang sebagiaannya adalah tujuan BK, itu dapat tercapai dengan sebaik-baiknya, maka resiko yang mungkin menimpa kehidupan dan perkembangan itu haruslah selalu diwaspadai. Kewaspadaan terhadap timbulnya hambatan dan rintangan itulah yang melahirkan konsep orientasi masalah dalam pelayanan BK.
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi BK yang telah dibicarakan, orientasi masalah secara langsung bersangkut-paut dengan fungsi pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari masalah-masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungdi pengentasan menginginkan agar individu yang sudah terlanjur mengalami masalah dapat teratasi masalahnya.
Jenis masalah yang mungkin diderita oleh individu amat bervariasi. Roos L. Mooney mengidentifikasikan 330 masalah yang digolongkan ke dalam sebelas kelompok masalah yaitu :
1. Perkembangan jasmani dan kesehatan
2. Keuangan, keadaan lingkungan dan pekerjaan
3. Kegiatan sosial dan reaksi
4. Hubungan muda-mudi, pacaran dan perkawinan
5. Hubungan sosial kejiwaan
6. Keadaan pribadi kejiwaan
7. Moral dan agama
8. Keadaan rumah dan keluarga
9. Masa depan pendidikan dan pekerjaan
10. Penyesuaian terhadap tugas-tugas sekolah
11. Kurikulum sekolah dan prosedur pengajaran
C. Ruang Lingkup BK di Sekolah
Pelayanan BK memiliki peran penting, baik bagi individu yang berada dalam lingkungan sekolah, rumah tangga, maupun masyarakat pada umumnya. Uraian di bawah ini akan membicarakan peran BK pada masing-masing ruang lingkup kerja tersebut.
1. Pelayanan BK di sekolah
Dalam melaksanakan program BK perlulah kiranya diperhatikan batas-batas sampai di mana kemungkinan kegiatan bimbingan itu boleh dilakukan. Maka dari atas ruang lingkup program bimbingan di sekolah, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. BK dilakukan untuk melayani semua murid. Dengan kata lain bahwa program BK yang telah disusun bukanlah semata-mata melayani murid yang salah, tetapi diperuntukkan untuk semua murid tanpa ada kecuali di sekolah bersangkutan.
b. BK dilaksanakan untuk membantu murid dalam membuat rencana dan mengambil keputusan-keputusan sendiri.
c. BK dilakukan dengan melibatkan guru dan personil lainnya dalam memberikan bantuan kepada murid.
d. BK dilakukan dalam batas-batas kemampuan yang dimiliki oleh staf pembimbing (konselor).
e. Program BK di sekolah berpusat dalam ruang lingkup pada pencegahan kesulitan siswa, dalam rangka situasi dan proses belajar-mengajar di sekolah.
2. Pelayanan BK di luar sekolah
Warga masyarakat yang memerlukan pelayanan BK ternyata tidak hanya mereka yang berada di lingkungan sekolah atau pendidikan formal saja. Namun warga masyarakat di luar sekolah pun banyak yang mengalami masalah yang perlu dituntaskan dan jika mungkin timbulnya masalah-masalah itu justru dapat dicegah.
a. BK di keluarga
Keluarga merupakan satuan persekutuan hidup yang paling mendasar dan merupakan pangkal kehidupan bermasyarakat. Di dalam keluarga setiap warga masyarakat memulai kehidupannya, dan dari keluargalah setiap individu dipersiapkan untuk menjadi warga masyarakat. Lebih jauh mutu kehidupan di dalam masyarakat dan mutu masyarakat itu sendiri sebagian besar ditentukan oleh keluarga-keluarga yang mendukung kehidupan bermasyarakat itu.
BK menurut Palmo, dkk. BK telah dimulai sejak pertengahan tahun 1940 dan sejak tahun 1980 pelayanan itu ditujukan kepada seluruh anggota keluarga yang memerlukannya. Segenap fungsi, jenis layanan dan kegiatan BK pada dasarnya dapat diterapkan dengan memperhatikan kesesuaiannya dengan masing-masing karakteristik anggota keluarga yang memerlukan pelayanan itu. Khusus untuk anggota keluarga yang masih duduk di bangku pendidikan formal, peranan konselor sekolah sangatlah besar. Sebab konselor hendaknya mampu mensinkronisasikan secara hamonis pemenuhan kebutuhan anak di sekolah dan di rumah pada satu segi, serta fungsi sekolah dan fungsi sekolah dan fungsi keluarga terhadap anak pada segi yang lain.
b. BK dalam lingkungan yang lebih luas
Permasalahan yang dialami oleh warga masyarakat tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah dan keluarga saja, melainkan juga di luar keduanya. Pelayanan BK yang menjangkau daerah kerja yang lebih luas itu perlu diselenggarakan oleh konselor yang bersifat multidimensional, yaitu mampu bekerja sama selain dengan guru, administator dan orang tua juga dengan berbagai komponen dan lembaga di masyarakat secara lebih luas. Knselor seperti itu bekerja dengan masalah-masalah personal, emosional, sosial, pendidikan dan pekerjaan, yang semua itu demi mencegah timbulmya masalah.
Konselor profeional yang multidimensional benar-benar menjadi ahli yang memberikan jasa berupa bantuan kepada orang-orang yang sedang memfungsikan dirinya pada tahap perkembangan tertentu, membantu mereka mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari kondisi dan apa yang sudah mereka memiliki, membamtu mereka menangani hal-hal tertentu agar lebih efektifmerencanakan tindak lanjut atas langkah-langkah yang telah diambil, serta membantu lembaga ataupun organisasi melakukan perubahan agar lebih efektif. Dalam pelaksanaan peranannya yang lebih luas itu konselor ada dimana-mana, dilembaga formal dan nonformal di desa-desa dan di kota-kota konselor bekerja sama dengan keluarganya dan tokoh-tokoh masyarakat kepala desa dan camat dengan para pemimpin formal maupun non formal
Keaslian Ushul fiqih
A. Keaslian ilmu ushul fiqih
Bagi para imam mujtahidin yang melakukan istinbath ada sebuah pekerjaan lain yang menyempurnakan pekerjaan alih bahasa, yaitu bahwa mereka harus menetapkan hukum-hukum dari sumber-sumbernya dengan berpedoman pada imam-imam ahli bahasa. Juga bergaul dengan bangsa arab dan memahami cara-cara mereka dalam menyusun kalimat. Disamping berpedoman pada pemahaman mereka dari jiwa atau kandungan syari’at dan tujuannya dalam membebani para mukallaf dengan kewajiban syari’at.[1]
Benih- benih ushul muncul pada masa tabiin dan tabiit tabiin (abad I-II H), sebagai permulaan dimulainya aktivitas ilmiah berupa transfer ilmu filsafat yunani, persia dan india, terutama melalui kegiatan penerjemahan buku-buku asing. Aktivitas ini mencapai puncaknya pada masa As Syafi’ i sebagai founding father ilmu ushul. Sejak abad I H umat Islam sudah mengenal ilmu manthiq (logika) dan filsafat secara umum. Hal ini ditandai dengan adanya transformasi filsafat yunani kedalam bahasa arab. Kegiatan ini dimulai pada masa khalifah Yazid bin Mu’awiyah, dinasti Umayyah. Kegiatan ini berlanjut sampai pada masa dinasti Abbasiyah.
Dalam perjalanannya yang cukup panjang dan tak lepas dari gejolak perselisihan, ilmu ushul fiqh yang telah berhasil dituangkan pertama kali oleh Muhammad ibn Idris as-Syafi'i dalam kitab Ar-Risalah nya, masih tetap eksis dan menjadi pembahasan yang cukup menghabiskan tenaga, waktu dan pikiran para mujtahidin yang kerap kali menginginkan agar islam ini menjadi agama yang tetap relevan dalam segala masa dan tempat.
Tetapi beredarnya filsafat pada masa syafi’i tidak secara otomatis mempengaruhi pola pikirnya secara totalitas karena ia masih dikenal sebagai ulama’ yang sangat mangunggulkan nash dan membatasi metode istinbath dengan rasio, kecuali hanya pada metode qiyas. As syafi’i sendiri dapat berbahasa yunani dan menguasai ilmu manthiq. Hal itu dapat dibuktikan ketika ia ditanya oleh khalifah Harun Ar Rasyid dengan menggunakan bahasa yunani mengenai ilmu kedokteran. Dan teryata ia sangat mahir menjawabnya dalam bahasa yunani.
Oleh karena itu tidak dapat disimpulkan begitu saja bahwa as syafi’i dalam merumuskan kaidah-kaidah ushuliyyah nya telah dipengaruhi oleh filsafat yunani. Kalaupun pengaruh itu ada tetapi sulit untuk diukur sebab teori-teorinya yang dibangun itu dianggap mirip dengan logika, padahal benih- benihnya sudah ada sejak zaman Nabi. l
Menurut Ali Sami’ pengaruh filsafat yunani kedalam ushul baru nampak setelah ahli kalam seperti al-Juwaini mulai meramaikan wacana filsafat dalam karya-karya ushulnya, yaitu dengan metode berfikir toeritis dan sistematis. Menurutnya lagi al-Juwainilah yang pertama kali memasukkan pengaruh manthiq dalam ushul meski sangat terbatas.
Jika al-Juwaini dikenal sebagai ahli ushul yang pertama kali memasukkan filsafat dalam ushul meskipun belum tegas maka al Ghazali dalam karya ushulnya secara terang-terangan memosisikan ilmu manthiq sebagai disiplin ilmu yang sangat penting dalam kerangka kajian ushul. Al Ghazali dalam karya ishulnya al- mustafa menegaskan ’’Barang siapa yang tidak menguasai ilmu manthiq Aristoteles, maka ilmunya tidak dapat dijamin kebenarannya”. Karena itu ilmu manthiq merupakan salah satu syarat ijtihad dan hukumnya adalah fardhu kifayah bagi umat Islam.[2]
Dari sini nampak jelas bahwa ilmu ushul telah dipengaruhi oleh filsafat yunani. Akan tetapi pada masa Nabi, sahabat, dan tabi’in itu dipastikan belum masuk karena transformasi filsafat ke Islam belum dimulai. Adapun pada masa tabiit tabi’in pengaruh itu dimungkinkan sudah masuk, meskipun dalam skala kecil.
B. Pengaruh manthiq Aristo dalam perkembangan ushul fiqih
Perlu diketahui bahwa ushul fiqih mengalami perkembangan pesat setelah di bukukan. Namun merupakan suatu kekeliruan jika dikatakan bahwa perkembangan itu disebabkan oleh pengaruh asing yaitu filsafat Aristo, khususnya manthiq yang pada saat itu sudah diterjemahkan dalam bahasa arab. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya metode ilmiah yang dikembangkan oleh as syafi’i banyak menarik minat ulama’-ulama’ ushul fiqih sesudahnya, baik dari kalangan fuqaha maupun dari kalangan mutakallimin.
Suatu hal yang perlu dicatat bahwa masuknya pengaruh manthiq Aristo kedalam ushul fiqih itu dimulai semenjak imam Al- Haramain (al- Juwaini) atau setidak- tidaknya oleh Ghazali. Dan pengaruh ini terjadi sejak akhir abad 5 H ini banyak mendapat tantangan dari para ulama’ yang hidup semasanya dan sesudahnya. Ulama’ yang terkenal menentangnya ialah ibnu Ash- Shalah dan Ibnu Taimiyah.
Ibnu Shalah menentang keras al Ghazali yang berpendapat ’’Barang siapa yang tidak menguasai ilmu manthiq Aristoteles, maka ilmunya tidak dapat dijamin kebenarannya”. Ibnu Shalah berpendapat bahwa Abu Bakar, Umar, dan lain-lain dapat mencapai tingkat keyakinan padahal tidak seorangpun diantara mereka yang mengetahui manthiq. Ketika ibnu shalah ditanya apakah para sahabat, tabi’in membolehkan mempelajari manthiq? Ia menjawab manthiq adalah suatu jalan masuk kesesatan, sedangkan masuk kedalam kesesatan adalah sesat. Karena mempelajari bukanlah hal yang dibolehkan oleh syari’at dan tidak seorangpun dari para sahabat, tabi’in yang membolehkannya.[3]
Tantangan yang sama juga dilontarkan oleh ibnu taimiyah dala bukunya Ar- Radd ’ala al- Manthiqiyah ia menyalahkan orang yang menganggap ilmu yang diperoleh dengan akal (dalam hal ini manthiq) sebagai bagian dari ilmu keagamaan, selain ilmu aqliyah yang diajarkan oleh Nabi sendiri dalam bentuk pemahaman dan praktek. Ia menyatakan bahwa orang yang beranggapan demikian telah dimasuki pengaruh dari luar dan hawa nafsu yang merusak.
C. Peranan ushul fiqih dalam perkembangan fiqih Islam
Perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai target yang hendak di capai oleh ilmu ushul fiqih dalam perkembangan fiqih Islam. Dengan demikian seorang faqih atau seorang peneliti yang menggeluti dan mendalami bidang studi ushul fiqih Islam tidak merasa terikat atau terhambat dengan adanya kaidah-kaidah ushuliyah itu melainkan sebaliknya mereka memerlukan kaidah-kaidah tersebut dan menganggapnya sebagai suatu jalan yang harus ditempuh sebagaimana para mujtahid terdahulu telah menempuhnya.
Adapun target yang hendak dicapai oleh ilmu ushul fiqih ialah tercapainya kemampuan seseorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untuk mengetahui metode istinbath hukum dari dalil-dalilnya dengan jalan yang benar. Dengan demikian orang yang beristinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan. Dengan mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih berarti seseorang mujtahid dalam berijtihad nya berpegang pada kaidah- kaidah yang benar.[4]
Oleh karena itu peranan ushul fiqih dalam menyiapkan kaidah-kaidah dengan menggunakan dalil- dalil yang terinci yang diperlukan dalam menetapkan hukum syara’. Ringkasnya bahwa peranan ushul fiqih itu adalah kaidah- kaidah yang dipergunakan untuk mengistinbathkan hukum dan dalil- dalil yang rinci dan kuat. [5]
Adapun peranan ushul fiqih dalam pengembangan fiqih Islam dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarka hukum-hukum syara’ dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih Islam dan sebagai penyaring pemikiran- pemikiran seorang mujtahid. Sehubungan dengan ini, ibnu khaldun dalam kitabnya muqaddamah berkata ’’Sesungguhnya ilmu ushul itu merupakan ilmu syari’ah yang termulya, tertinggi nilainya dan terbanyak kaidahnya”.
Berdasarkan hal ini para ulama’ memandang ilmu ushul fiqih sebagai ilmu dhoruri yang penting dan harus dimiliki oleh setiap faqih dan dipandang sebagai ilmu syari’ah yang terpenting dan tertinggi nilainnya. Dan bahwa ushul fiqih merupakan suatu usaha ulama’ terdahulu dalam rangka menjaga keutuhan dalalah lafadzh yang terdapat pada nash syara’, terutama dalam Al- Qur’an.
[1] Syekh Muhammad Al- Khudhori Biek, Terjemah Ushul Fiqih, (Pekalongan: Raja Murah, 1982), 3
[2] Abdul Mughist, Ushul Fiqih Bagi Pemula, (Jakarta: Cv Arta Rivera, 2008), 51
[3] Rahmat Syafi’ie, Ilmu Ushul Fiqih, ( Bandung: Pustaka Setia, 1999). 41
[4] Ibid…, 43
[5] Nazar Bakry, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 83
Kamis, 21 Mei 2009
Perubahan itu dimulai dari usahamu
Ingatkan sobat … bahwa hidayah itu berasal dari kata Hadaa, Yahdii, Hudan, Hidayatan yang berarti petunjuk, sedangkan makna istilahnya adalah mengikuti petunjuk Islam dan mengimaninya. Lawan dari hidayah adalah dhalalah yang artinya Ar-rasyad yang berarti menyimpang dari Islam.
Oleh karena itu sobat … hidayah akan datang ketika kita beriman dengan Islam dan mengikuti apa yang telah ditunjukkan oleh Islam. Sedangkan orang yang tidak mengimani Islam dan tidak mengikuti petunjuk dari Islam adalah orang yang tidak mau berfikir. Jadi sangat tidak mungkin orang yang tidak pernah berusaha untuk mencari petunjuk tentang Islam bisa mendapat hidayah dari Allah karena hidayah itu sebenarnya sudah ada tinggal kita yang bisa menjemputnya bukan untuk ditunggu saja.
Kalau kita memang ingin berubah kita harus berani memulainya dengan penuh semangat, kesungguhan dan juga keyakinan bukan hanya menunggu. Karena hidayah harus kita cari bukan hanya sekedar ditunggu tiba-tiba datang sendiri tidak seperti itu sobat!...mengapa? Karena hidayah itu ada tiga macam yaitu:
1.Hidayah kholqi
Hidayah kholqi disini berarti Allah telah menciptakan manusia dengan fitrah yang berupa pengakuan terhadap adanya pencipta dengan kecenderungan untuk menerima atau menolak dan ini kita sudah mendapatkannya.
2.Hidayah bayan
Hidayah bayan berarti Allah telah memberi kita penjelasan tentang pilihan untuk memilih keimanan atau kekufuran lewat Al-qur'an dan As-sunnah yang dibawa para Rasulnya dan ini kita sudah dapatkan.
3.Hidayah taufiq
Hidayah taufiq berarti Allah akan mempertemukan dengan sebab-sebab datangnya hidayah dan akan menolongnya untuk memahami dan melaksanakan kebenaran yang dicarinya itu dan ini hanya diberikan pada orang-orang yang ikhlas karena Allah.
Sobat ... kita sebagai orang yang sudah mampu berfikir dengan baik maka kita harus segera mungkin untuk selalu berubah dan berubah menjadi yang terbaik bagi Allah, karena kita hidup di dunia ini hanyalah sementara dan hanya beribadah kepada-Nya. Dan kalau kita sudah ingin berubah maka janganlah kita menundanya terus menerus karena kita tidak tahu kapan kita akan kembali pada Allah (meninggal dunia).
Sehingga kita tidak hanya menunggu kapan hidayah itu datang tapi ... kita harus mencarinya dengan cara mengimani Islam dan manjadikan tuntunan Islam sebagai petunjuk yang harus kita ikuti dalam setiap menjalani kehidupan ini. Dan ingat sobat semua itu tergantung dari kemauan kita sendiri mau berubah atau tidak, karena siapa lagi yang bisa merubah diri kita kalau bukan diri kita sendiri. Sebagaimana firman Allah yang artinya:”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kalau bukan itu sendiri yang merubahnya” (Q.S Ar-Ra'du : 11).
Walhasil perubahan itu ada ditangan kita bukan ditangan siapa-siapa tapi ingat bahwa hidayah maupun dhalalah itu berasal dari Allah yang bermakna bahwa Allahlah dzat yang Maha Menciptakan hidayah dan dhalalah, dan manusia yang mengusahakannya agar hidayah tersebut bisa sampai kepada dirinya. Marilah mulai sekarang juga kita harus berubah be the Best bagi Allah.
( Dewi Nur H, Mhs IAIN Sunan Ampel Peserta Mentor FM Plus, www.mentorplus.multiply.com atau www.fikrulmustanir.blogspot.com)